Senin, 27 April 2015

Kenapa Memilihku?


Aku tak lagi merasakan lunglai di tubuhku. Semua rasa lelah yang ku rasakan di kampus hilang saat aku menginjakkan kaki di rumah. Terutama saat langkah kaki pertamaku memasuki kamarku dan istriku. Ini adalah rumah yang sebenarnya. Rumah tempatku kembali dari penat. Tempat dimana sumber kebahagiaanku berasal.
Malam itu aku tidur menyamping, menghadap ke kanan. Wajah Rani tepat di hapanku. Wajah yang segar, manis, cantik. Tak pernah berubah dari saat pertama kali aku menatapnya sedekat ini, tujuh tahun lalu. Ya baiklah, perubahannya hanya sedikit. Sedikit lebih tembam.
“Bang, apa alasan abang memilihku?” tiba-tiba Rani bersua. Ia tersenyum malu-malu. Ah, hatiku selalu lumpuh tiap menatap ekspresinya seperti ini.
Tangan kiriku melayang, membelai rambutnya. Lalu turun sedikit. Ibu jariku mengelus-eleus tulang pipinya. “Karna aku butuh kamu,” ucapku.
Senyum Rani melebar. Tangannya memainkan kaus yang ku pakai. Pandangannya merunduk. Aku tahu, itu tandanya Rani sedang salah tingkah.
“Lalu, kenapa kamu mau menerimaku, di saat banyak lelaki yang mengejarmu?” tanyaku balik. Tangan kiriku turun ke pinggulnya. Tangan kananku ku tekuk, kujadikan alas kepalaku. Walau bantal sudah mengalasi kepalaku.
Rani tertawa kecil. Ia menonggak, menatapku dalam. “Karna kamu paling berani,” jawabnya.
Aku tersenyum. Aku memejamkan mata, mengingat awal mula hubungan kami ini.
Sudah lama aku menyukai Rani. Sejak smester tiga, aku sudah jatuh cinta padanya. Penyebabnya, karna kami sering bertemu di organisasi kampus. Aku terpana dengan kecantikannya. Kecantikan yang bukan hanya berasal dari wajah, melainkan juga dari hatinya. Aku suka cara Rani berpakaian. Wajah Rani terlihat sangat cantik dibalik balutan jilbab panjangnya yang menutupi sampai pergelangan tangannya. Cara Rani berbicara sangat lembut. Jika diibaratkan, suara Rani adalah kaset lagu, mungkin kaset itu sudah rusak karna ku putar berulang-ulang.